Sunday 31 March 2013

Cerpen : Janganlah Malas

Janganlah Malas

           Dewi, seorang murid SMP, sangatlah malas. Ia malas belajar, malas mengerjakan PR, malas mengerjakan pekerjaan rumah. Karena kemalasannya, nilainya sangat rendah. Namun ia juga takut bila orangtuanya melihat nilai-nilai itu, maka ia selalu menyembunyikan hasil ulangannya dan bukti-bukti lain yang menyatakan nilainya yang rendah.
           Suatu hari, ibunya menemukan surat-surat panggilan dan ulangan di bawah kasur Dewi. Ibunya sangat  kaget dan  sangat marah. Kemudian, ia memanggil Dewi. Dewi segera turun, namun ketika menghadap ibunya, ia menjadi gugup karena ulangan dan surat panggilannya sudah ada di tangan ibunya, maka ia berkata, "Ibu, saya dapat menjelaskan..." Sebelum Dewi bisa melanjutkan kata-katanya, ibunya menyela, "Dewi, mengapa kamu menyembunyikan ulangan-ulangan ini dan surat panggilan dari Ibu?Kamu takut bila Ibu menemukannya? Nah, sekarang kamu beritahu Ibu mengapa nilaimu begitu rendah dan apakah kamu tidak malu dengan nilai begini?!" Dewi menjawab, "Ya, Ibu, saya malu juga dengan nilai begini-" Ibunya menyela lagi, "Kalau malu, mengapa kamu tidak belajar? Kamu jangan kira Ibu tidak tahu kamu pemalas, ya, karena Ibu melihat sendiri kamu tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang Ibu berikan." Dewi kemudian berkata, "Lalu? Mengapa Ibu tidak memarahi saya, hah?!" Mendengar Dewi berkata demikian, Ibunya menjadi sangat marah, "Kamu, nih, tidak sopan sekali. Kamu tahu tidak mengapa Ibu tidak menegurmu? Itu karena Ibu kira kamu sedang belajar. Ketika Ibu menyuruh kamu mengerjakan pekerjaan rumah, kamu langsung berjalan ke kamar. Oh rupanya Ibu salah, ternyata kamu tidak belajar, kamu hanya malas-malasan di kamar.  Mulai sekarang kamu harus mengerjakan pekerjaan rumah, PR dan belajar. Kalau tidak, nanti Ibu sita komikmu, HP-mu dan segala barang kesenangan kamu. Tahu, tidak? Kalau kamu malas, nanti ketika dewasa, kamu tidak dapat bekerja. Kalau kamu tidak dapat bekerja, kamu akan makan apa, berbaju apa dan tinggal di mana? Sekarang kamu ke kamarmu, dan pikirkan apa yang Ibu katakan."
          Dewi menjadi sedih dan langsung ke kamarnya. Di kamar, ia mengambil buku pelajaran dan mulai membacanya. Belum sampai 1 paragraf, Dewi sudah tertidur. Dalam tidur itu, ia bermimpi bahwa ia berada di dalam sebuah ruangan yang gelap dan panas. Di ruangan itu, ia melihat seorang pria yang berbaju merah. Pria itu juga melihat Dewi dan memanggilnya, "Hai, Dewi, datanglah ke sini" Dewi ketakutan dan bertanya, "Siapakah kamu? Dan bagaimanakah kamu bisa mengetahui namaku?" Pria itu menjawab, "Namaku Lucifer dan kamu adalah anak yang banyak bertanya. Sudahlah percaya saja padaku dan kemarilah." Karena mengira Lucifer adalah orang baik, maka ia menuruti perintahnya. "Itu barulah anak yang baik. Sekarang Lucifer akan mengadakan sebuah permainan yang bernama "Kuis Lucifer" karena Lucifer tahu kamu suka bermain." kata Lucifer. "Ya, betul, saya sangat suka bermain. Ayo, kita mulai!" kata Dewi bersemangat. "Baiklah, pertama, kamu pilih antara buku pelajaran dan komik. Pilih yang mana?" tanya Lucifer. "Aku pilih komik" jawab Dewi. "Hahaha... Baiklah sekarang kamu baca selama setengah jam dan kita akan memulai kuis ini." kata Lucifer. "Baiklah." Setelah berkata demikian, Dewi mulai membaca.
          Belum 15 menit, Dewi sudah sampai halaman 14 dari 20 halaman. Di halaman 14, Dewi menyadari bahwa Lucifer adalah setan. Dewi merasa ketakutan dan mencoba untuk kabur dari tempat itu. Tetapi, aksinya ketahuan oleh Lucifer. Lalu, Lucifer berkata, "Aduh, lama sekali baru kamu tahu bahwa aku adalah setan, baiklah mari kita mulai permainan ini. Setelah mulai kamu tidak boleh kabur, ya. Hahaha..." Sesuai perkataan Lucifer, permainan langsung dimulai. "Begini aturannya, kamu hanya mempunyai satu kesempatan saja. Kita mulai dengan pertanyaan yang sangat mudah, berapakah -10+(-12)?" tanya Lucifer. "Aduh, sulit sekali. Emm... 21!" jawab Dewi. "Ooh... mendekati, tetapi salah. Jawabannya -22. Karena kamu menjawab salah, maka kamu tidak boleh keluar dari tempat ini, sesuai perjanjian kita." jawab Lucifer licik. "Perjanjian apa? Saya sama sekali tidak membuat perjanjian denganmu. Terus mengapa hanya satu soal, tidak adil!" komplain Dewi. "Hah, kamu tidak ingat, ya? Kan, Lucifer sudah memberi tahu kamu. Oh ya, Lucifer ternyata lupa memberi tahu kamu, deh... Oops... Hahaha..." Kemudian Lucifer mengambil kunci dan mengunci pintu dari luar. Dewi langsung memohon, "Saya mohon, Lucifer, keluarkan saya dari tempat ini!" Namun, Lucifer tetap tidak memperbolehkannya keluar, "Apa yang masuk tidak boleh keluar. Hahaha..." Dewi menangis sambil berkata, "Saya mau pulang, saya mau pulang..."
            "Saya mau pulang, saya mau pulang..." Kemudian Dewi membuka mata dan melihat ke sekitarnya. "Wah, saya sudah pulang. Terimakasih, Tuhan, karena Engkau telah memberikan saya satu kesempatan lagi, saya berjanji akan belajar dengan rajin."
            Ternyata, janji yang dibuatnya bukan sekedar omong doang. Hal itu terbukti ketika 10 tahun kemudian, tepatnya ketika kelulusan perguruan tinggi, Dewi mendapatkan penghargaan tertinggi dan diminta untuk berpidato. Setelah berpidato, Dewi turun dari panggung dan menghampiri orangtuanya. "Ayah, Ibu, terimakasih atas dukungannya selama ini. Terutama Ibu yang dahulu pernah menasehati saya untuk belajar yang rajin." Orangtuanya meneteskan air mata tanda kebanggaannya kepada anaknya dan langsung memeluk anaknya sambil berkata, "Kami bangga kepadamu, Nak."
           
 

No comments:

Post a Comment